Kisah nabi nuh lengkap dari lahir sampai wafat

Kelahiran Nabi Nuh AS

Nabi Nuh as dilahirkan 126 tahun setelah wafatnya Nabi Adam as, hal ini sebagaimana yang dituturkan Imam Ibnu Jarir dan yang lainnya.

Silsilah beliau adalah Nuh bin Lamak bin Matusyalah bin Khanuj –Nabi Idris as– bin Yarid bin Mahlayil bin Anwasy bin Syits bin Adam Abul Basyar as.

Secara umum, Nabi Nuh AS diutus kepada kaum yang menyembah berhala dan berbuat keji, yang mengajak manusia dalam kesesatan dan kekufuran. Namun terdapat perbedaan tentang usia diangkatnya Nabi Nuh menjadi rasul oleh Allah swt. Sebagian mengatakan pada usia 50 tahun, sebagian yang lain mengatakan pada usia 350 tahun, sebagian lagi mengatakan pada usia 480 tahun sebagaimana pendapat Ibnu Jarir. Dan ketiga pendapat itu disandarkan kepada Ibnu Abbas ra.

Ibnu Jarir berkata dalam tafsirnya: Ibnu Hamid telah meriwayatkan kepada kita, Mahran telah meriwayatkan kepada kita, dari Sufyan, dari Musa, dari Muhammad bin Qais, beliau berkata: Ada sebuah kaum yang shalih antara Nabi Adam dan Nabi Nuh, dan mereka mempunyai pengikut yang mengikuti mereka, ketika mereka meninggal, sebagian dari pengikut itu berkata: “Kalau mereka yang sudah meninggal itu dibuatkan patung yang mirip dengan mereka agar kita lebih asyik beribadah ketika kita mengingat mereka.”

Maka para pengikut itu membuat patung, namun ketika para pengikut itu sudah meninggal, dan datang generasi berikutnya kemudian iblis menipu generasi berikutnya, seraya berkata: “Apabila mereka menyembah patung tersebut dan meminta hujan, niscaya mereka akan menurunkan itu”, maka akhirnya mereka menyembah patung yang shalih.

Ibnu Abi Hatim meriwayatkan dari Urwah bin Zubair, beliau berkata: Wadd, Yaghuts, Ya’uq, Suwa’ dan Nasr adalah anak-anak Nabi Adam as dan Wadd adalah anak tertua dan terbaik di antara mereka.

Maka tatkala kesesatan sudah semakin parah, Allah swt mengutus seorang nabi untuk mereka agar menyadarkan mereka ke jalan yang benar yaitu Nuh as.

Istri dan Keturunan Nabi Nuh AS
Nabi Nuh as mempunyai istri, yang di sebagian menyebutnya dengan nama Emzara, yang dari perkawinan tersebut memiliki beberapa anak di antara adalah Ham, Sam, Yafats, Yam dan ‘Abar. Dan Yam inilah yang terkenal dengan sebutan Kan’an.

Peristiwa Banjir Pada Masa Nabi Nuh AS
Ketika Nuh sudah diangkat menjadi nabi oleh Allah swt, maka beliau berkewajiban risalah tauhid kepada kaumnya yaitu kaum Kan’an. Namun, risalah tauhid oleh kaumnya terutama kaum pembesar dan bangsawan yang tidak ingin kedudukan mereka sama dengan kasta yang rendah karena mayoritas pengikut Nabi Nuh as adalah orang-orang yang berkasta bawah.

Bahkan mereka semua beradu argumentasi dengan Nabi Nuh as dan sampai akhirnya mereka tetap tidak mau menerima risalah tauhid yang disampaikan oleh Nabi Nuh as. Bahkan mereka sampai berani menantang Nabi Nuh as untuk memohon kepada Tuhannya adzab dan siksaan kalau memang yang disampaikan oleh Nabi Nuh as itu dan Nabi Nuh as adalah benar-benar nabi yang diutus untuk mereka.

Dan yang termasuk tidak percaya akan kenabian Nabi Nuh as adalah istri beliau dan putranya yang bernama Kan’an.

Akibat dari kerasnya mereka menentang dakwah Nabi Nuh as dan bahkan menantang Allah swt untuk menurunkan adzabnya, maka Nabi Nuh as memohon kepada Allah swt untuk menurunkan siksaan yang amat pedih sebagaimana yang mereka minta. Akhirnya Allah swt memerintahkan Nabi Nuh as untuk membuat kapal.

Nabi Nuh as melaksanakan perintah Allah swt untuk membuat kapal tapi aktifitas Nabi Nuh as diejek oleh kaum karena pada waktu pembuatan itu terjadi pada musim kemarau sehingga kaumnya menghina Nabi Nuh as dengan mengatakan kalau Nabi Nuh as sudah gila. Tetapi Nabi Nuh as dan pengikut terus menyelesaikan pembuatan kapal tersebut sampai rampung. Walupun Nabi Nuh as telah dihina oleh kaumnya sedemikian rupa tapi Nabi Nuh as masih memperingatkan mereka akan adzab Allah swt yang berupa banjir besar agar mereka segera beriman kepada Allah swt. Tapi ajakan tersebut tetap tidak diterima oleh kaumnya.

Akhirnya, setelah selesai pembuatan kapal, Nabi Nuh as memerintahkan pengikutnya untuk menaiki kapal dengan berpasang-pasangan1 termasuk di dalamnya binatang. Setelah seluruh pengikutnya sudah berada di kapal, Nabi Nuh as berdoa kepada Allah swt. Maka saat itu terjadi hal yang aneh, musim kemarau yang begitu mendadak berubah menjadi suasana seperti musim hujan, yang ditandai dengan suasana langit gelap mendung dan awan yang begitu pekat.

Dan tak lama kemudian, hujan pun dengan topan yang begitu dasyat sehingga air laut dengan gelombang yang sangat tinggi menghantam daratan disertai dengan gelegar yang memekakkan telinga, diiringi dengan keluarnya air dari bumi. Sehingga suasana hari itu betul-betul mencekam. Namun, tak berapa kemudian, air sudah naik dan semakin tinggi sehingga menutupi rumah dan bangunan lainnya. Bahkan banjir semakin sehingga bukit dan gunung sudah tidak tampak lagi. Daratan pada saat sudah berubah lautan, sejauh mata memandang hanya air yang terlihat.

Dalam kondisi seperti itu, Nabi Nuh as yang sudah berada dalam kapal masih berusaha untuk menyelamatkan istri dan anak –Kan’an-, namun keduanya tidak mau mengikuti ajakan Nabi Nuh dan keduanya tenggelam dalam banjir yang besar tersebut.

Menurut sebagian mufassir: “Air naik di atas gunung yang berada di bumi sekitar 15 dzira’ atau sekitar 9 m -dengan asumsi 1 dzira’ sama dengan 60 cm- di atas pegunungan. Sebagian yang lain berpendapat: tinggi air yang menutupi pegunungan sekitar 80 dzira’ atau sekitar 48 m, sehingga tidak ada satupun yang tersisa di permukaan bumi baik makhluk yang maupun yang besar.

Dan banjir itu terjadi beberapa waktu, dan ketika banjir sudah mulai surut, dengan izin Allah swt Nabi Nuh as dan para pengikutnya selamat dan kapal yang ditumpangi oleh mendarat di bukit Judi, sebuah bukit yang berada di pegunungan Ararat di wilayah Turki sekarang (menurut sebagian pendapat mengatakan seperti itu).

Keterangan tentang kisah Nabi Nuh as terdapat dalam al-Qur’an di antara:

QS. al-A’raf: 59–64,
QS. Yunus: 71–73,
QS. Hud: 25–49,
QS. al-Anbiya: 76–77,
QS. al-Mukminun: 23–30,
QS. al-Syu’ara: 105–122,
QS. al-Ankabut: 14–15,
QS. al-Shaffat: 75–82,
QS. al-Qamar: 9–17,
QS. Nuh (secara keseluruhan),
QS. al-Nisa: 163–165,
QS. al-An’am: 83–87, dan masih banyak lagi.